Selasa, 09 April 2013

Meminimalisir Perasaan Kecewa

Aku begitu takjub melihat kepiawaiannya dalam bertutur kata. Nampak sekali bahwa ia wanita yang keras dan cerdas. Terlihat dari cara ia berbicara kepadaku malam itu. Lugas dan tegas. Entahlah sejak kapan aku mengaguminya akan hal itu. Yang pasti malam itu, aku begitu takut memandang kedua bola matanya yang putih bersinar.

Ada malaikat berhati lembut berbicara persis di depanku malam itu. Pandanganku buyar oleh rasa gementar yang tak menentu. Sesekali kulempar pandangkan ku ke arah lantai putih halaman rumah itu. Entah karna tak kuat oleh pancaran matanya yang jernih, entah aku khawatir ia akan tahu bahwa aku tengah mengaguminya

Ada apa dengan hatiku ini? Kacau..Getarannya sampai terasa dipori-pori dada ini?
Seketika aku kikuk dibuatnya. Apa yang salah dengan perasaanku ini.. apakah ini hanya tipuan perasaan?

"Nggak..Gue nggak boleh jatuh cinta.."

Rasanya menyiksa hati jikalau mendapatkan cinta yang tak terbalas. Aku memang orang yang tidak mau beresiko untuk urusan cinta. Menurutku pengorbanan cinta boleh dilakukan asal sama-sama saling berkorban. Sebab untuk urusan cinta adalah urusan kesepakatan di dua pihak, bukan sendiri. Untuk apa mempertahankan cinta yang nyata-nyata menggerogoti hati.

Karena pikiran dangkal itulah, akhirnya ku urungkan niat untuk menyatakan perasaan ini. Aku tahu ini adalah trauma masa lalu yang tak baik. Tapi dengan demikian setidaknya rasa sakit hati karena kecewa telah diminimalisir



0 komentar :

Posting Komentar