KEBON RAYA BOGOR. Misteri Jembatan Cinta
Ada yang tau gak gambar di atas jembatan apa?
Menurut mitos, konon jika ada sepasang kekasih berjalan menyebrangi jembatan tersebut, katanya sih, hubungan percintaannya nggak akan awet. Alias putus. Begitu juga sebaliknya, jika ada seseorang berjalan menyebarangi jembatan tersebut, entah sama temennya, entah gebetannya, atau pembantunya bisa jadi, kalau mereka jadian, katanya mereka akan langgeng, bahkan sampai ke jenjang pernikahan. Wih..keren kan? Si Sumi bisa dapet majikan tajir nih kayaknya.
Ya, orang-orang sering menyebutnya jembatan cinta. Bridge of love. Halah gaya. Ada juga yang bilang itu jembatan merah. Tau nggak kenapa disebut jembatan merah? Ya iyalah, karena jembatannya berwarna merah. Nenek-nenek ngesot juga tau.(Tapi katanya ada sejarahnya juga sih kenapa disebut jembatan merah. Silahkan cari tau sendiri deh)
Jembatan ini terletak di dalam Kebun Raya Bogor. Lokasinya bersebrangan dengan kompleks makan permaisuri Prabu Siliwingi. Kesan saat melihat kompleks pemakaman itu adalah seperti melihat sisa-sisa kejayaan masa lalu. Seperti mengungkit masa emas yang terlupakan. Seperti mencicipi sesuatu yang telah usang. Kesan ini diperkuat oleh pohon-pohon tua yang super besar di area itu.
Ternyata banyak sejarah yang tersimpan di kebun raksasa tersebut jika kita mau mengalinya. Banyak mitos-mitos berseliwuran di sana. Tapi sudahlah, terlalu banyak tulisan lain yang membahas soal itu. Kayanya buah pikiran yang dikeluarin sama otak gue sangat memprihatikan. Banyak orang-orang hebat di luaran sana yang bisa memaparkannya secara lebih detail, tajam dan terpercaya. Mereka bahkan dapat mengulasnya setajam..... SILET!!
Gue justru lebih tertarik mengamati orang-orang yang berlalu lalang dan makan di area kebun raksasa itu. Sambil gelaran tiker, bercengkrama bersama keluarga adalah pemandangan yang kadang bikin gue envy. Gue nggak pernah kaya gitu Sob (Ups curhat colongan). Bukan soal makan pastinya. Bukan soal Kebun Raya juga tentunya. You know lah. Kebun Raya? Itu kan basi banget. Mungkin atas dasar kebersamaan dan keromantisan bersama keluarga semua kebasian dan kejenuhan di dalam kebun itu (cuma ada lapangan gede dan pohon-pohon tua doang, Men) dapat terkikis seiring senyum si buyung sambil berlarian, gelak tawa si upik sambil meniupkan balon sabunnya, celoteh ayah, bahkan candaan si ibu, koki terbaik keluarga yang dahsyat itu. Duh gak semua keluarga bisa seharmonis itu pastinya.
Ini brilian. Gak mesti ke restoran mahal untuk sekedar lunch bersama keluarga yang kadang bisa ngeluarin kocek lumayan besar. Cukup beli tiket yang super murah meriah, bawa bekal makanan dari rumah, gelar tiker selebar-lebarnya, lepas alas kaki lalu bersila, wihh santap deh makanan yang sudah disiapkan sang koki terbaik bernama ibu. Ya hal itu yang kadang membuat gue envy se envy envy nya, apalagi ketika melihat seorang ibu dengan tekun memasukan makanan ke piring-piring plastik milik mereka. *meratap di bawah pohon
Oke. Stop!
Sekarang apa yang gue lakuin di tempat yang isinya cuma pohon-pohon gede dan tua itu. Dan lebih banyak terlihat acara makan-makan dan kumpul-kumpul keluarga? Yang pasti gue berkunjung ke tempat itu nggak sama keluarga gue apalagi pasangan. Gue terjebak sama plesirannya temen-temen kelas kuliah. Plesiran? Ke Kebun Raya?
Sebenarnya ini acara kelas yang kita udah buat saat awal kuliah dulu. Bukan sekedar jalan-jalan biasa. Kita ada pertemuan rutin setiap setahun sekali dengan berkeliling ke tempat-tempat wisata yang mungkin bukan sekedar hanya untuk melihat ada apa yang menarik di tempat tersebut. Tapi karena kita butuh tempat yang super murah meriah, malah kalau bisa gratisan. Jiahahaha.
Ragunan, Taman Mini, Kota Tua, dan Kebun Raya adalah sederetan tempat yang pernah kita kunjungi untuk acara tahunan kelas kita. Pernah juga sih ke Ujung Genteng Sukabumi serta ber arung jeram ria di jalur Citarik. Ya, tergantung kocek kita juga sih, kalau mencukupi, kenapa nggak ambil tempat yang bagus sekalian.
Awal kuliah pertemuan rutin ini lebih banyak di rumah-rumah. Masing-masing rumah kita dapat jatah untuk ketempatan. Dan sampe saat ini rumah gue doang yang belum ketempatan. Hehe gue emang gak mau rugi. Gak Man, rumah gue gak cukup untuk menampung mereka sebanyak itu.
Nah, semenjak ada yang lulus kuliah, dan masing-masing dari kita sudah pada sibuk, bahkan ada juga yang sudah menikah, jadi acara pertemuan rutin itu sekarang susah untuk digelar di rumah kita masing-masing. Tempat-tempat super murah meriah semacam itu lah alternative kita untuk ketemu setiap tahun. Itulah kenapa gue akhirnya bisa berada di Kebun Raya Bogor ini. Bisa mengambil gambar jembatan yang penuh sejarah itu, bahkan loncat-loncatan ketika temen-temen gue nyebrang di atasnya lebih dari sepuluh orang. Wah kalau jembatannya rubuh lantaran gue loncat-loncat di atasnya, gue bisa masuk dalam sejarah berikutnya kelak.
Paling gak kalau jembatannya rubuh, udah nggak ada lagi alasan seseorang putus sama pasangan dikaitkan sama jembatan tersebut. Kasian, jembatan kok sering disalahin, padahal dia sudah membantu banyak orang untuk menyebrang sungai yang penuh batu-batu besar di bawahnya.
Putus cinta bukan semata-mata karena jembatan. Kalau putus ya, putus aja. Itu bukan karena jembatan, tapi karena adanya kesepakatan. Ya, kesepakatan satu sama lain untuk putus
Kalau hubungan kepingin langgeng, ya berhentilah mengekang pasangan. Jangan ngatur pasangan seenak jidat. Belajarlah setia, nggak selingkuh, dan nggak bikin ilfil tentunya.
Buang juga curiga yang terlalu berlebihan. Karena dalam suatu hubungan butuh yang namanya saling pengetian satu sama lain. Wih otak gue ke hack sama Pak Mario Tegu ini.
Doa gue buat kalian. Semoga yang belum dapet jodoh segera mendapatkannya. Dan yang sudah dapet jodoh semoga bisa mempertahankannya sampe hanyat udah gak di kandung badan. Merdeka!!
2 komentar :
Misteri jembatan kebun raya bogor masih perlu dikaji lagi
Posting Komentar