Saksi Bisu Kejadian Masa Lalu
Tulisan ini dibuat berdasarkan kisah nyata. Semua kejadian memang benar adanya. Namun kronologi dan penanggalan catatan ini tidak sepenuhnya bisa dipercaya karena semua ditulis berdasarkan ingatan sang penulis semata.
Dua puluh tujuh Juni Seribu Sembilan Ratus Sembilan Puluh Sembilan
Gue pernah menjajakan jasa ojek payung di sebuah terminal Kampung Rambutan. Ini ikut-ikutan teman rumah. Ya, rumah kita nggak jauh dari terminal. Jasa ojek payung terbuka lebar untuk para pengangguran, khususnya gue yang lagi liburan sekolah waktu itu. Seorang ibu memanggil gue sembari memegang kepalanya di bawah guyuran hujan. Gue senang karena bakal dapat duit. Si ibu mengajak gue untuk membeli buah-buahan sebentar. Gue ngikutin dari belakang. Dia mengeluarkan uang dari dompetnya untuk membayar buah-buahan itu. Selesai beli buah kita jalan lagi menuju ruang tunggu terminal itu. Posisi gue masih di belakangnya. Tiba-tiba seseorang menodongkan pisaunya tepat di perut gue. Jantung gue mencelos, badan gue gemeter. Pisau itu terasa menembus baju gue yang basah. Pisau itu lebih dingin menyentuh perut ketimbang hujan yang deras rasanya. "Ya Tuhan apa yang diharapkan penodong ini dari saya?' Dia memberi isyarat yang cukup gue pahami. Ternyata dia gak sendiri. Temannya dengan tangkas merogoh tas Si ibu yang berisi dompet. Astaga...! Si Ibu lupa menutup kembali tasnya. Gue sempat terpekik. Tangan penodong itu dengan cepat menyekap mulut gue. Gue pasrah. Setelah itu mereka pergi. Dan gue tetap membisu penuh ketakutan. Si ibu merogoh tasnya untuk mengambil dompet. Dia mau memberi gue uang. Gue udah tau apa yang bakal terjadi. Tapi gue tetap membisu. Setelah dipastikan dompetnya hilang, dia menangis histeris, jatuh lemas di sebuah lantai terminal itu. Orang-orang mengantar Si ibu untuk menuju pos polisi di terminal itu. Gue melipat payung, terus pulang, dan nangis di bawah bantal. Tidaaaaaaakkk
Delapan Belas Maret Dua Ribu Lima
Berangkat kuliah naik bis. Kondisi bis penuh sesak dengan orang-orang, baik yang mau kerja maupun yang mau kuliah. Pas di dalam bis gue berdiri di belakang dengan posisi tangan bergelantungan. Nggak, gak kaya monyet kok. Setelah beberapa meter bis itu jalan, ada tiga orang naik, lalu berdiri tepat di samping gue. Satu orang membawa tas, kayanya sih anak kuliahan. Di tengah perjalanan satu orang dari mereka mepet yang membawa tas tadi. Gue ngeliat yang satu lagi membuka resleting tas mahasiswa itu, dan mengambil handphone berwarna kuning dari dalamnya. Gue dipelototin salah seorang dari mereka. Gue diem hanya menelan ludah, lalu gigit-gigit jok bis itu penuh ketidak berdayaan.
Dua April Dua Ribu Tujuh
Gue janjian sama teman di Depok. Jam tiga sore gue berangkat naik angkot merah dari terminal Kampung Rambutan. Kondisi angkot nggak begitu penuh. Ada tiga orang cowok dan satu orang ibu-ibu. Gue duduk di pojok dekat kaca belakang. Satu orang mengeluarkan brosur menawarkan ke semua penumpang. Gue ambil brosur itu. Tiba-tiba pembagi brosur itu memijet seorang bapak yang duduk persis di dekat pintu. Si bapak menolak. Pembagi brosur ini memaksa. Anjrit...! ada seseorang di sebelah bapak itu merogoh kantong bajunya, mengambil handphone dari dalamnya. Bapak itu pasti konsen sama kakinya yang kesakitan dipijet. Gue langsung melihat ke langit-langit angkot ketika salah satu dari pencopet melirik gue.
Gilaaaaaaaaaaaaa.... ! ! ! Nggak enak banget kan posisi gue. Gue emang pengecut, nggak guna. Tapi ini bukan nggak beralasan kawan. Gue masih trauma sama kejadian tahun 1998, dimana saat gue pulang sekolah ada orang dibakar hidup-hidup lantaran diteriakin copet padahal dia bukan copet. Dan ngeliat badannya yang gosong kaya kepiting rebus, sukses bikin gue nggak nafsu makan selama seminggu. Nah gara-gara kejadian itu kepengecutan gue untuk neriakin copet betambah seribu persen. Dan gue bukan orang yang nggak punya hati melihat kejadian-kejadian di atas tanpa dosa. Hati gue menangis Men, merintih. Halah lebay. Tapi beneran, gue merasa berdosa.
Tapi okelah, Gue kepingin temen-temen yang baca postingan ini berkomentar, dan minta pendapat kalian, bagaimana kalau kejadian-kejadian yang gue alamni di atas menimpah sama lo-lo semua. Lo bakal teriak atau diam bego kaya gue. Atau lo punya cara tersindiri? Sok atuh bagi-bagi...
2 komentar :
kalau gue jadi lo ya ka, pada peristiwa kedua dan ketiga gue bakalan teriak. ga akan gue biarkan tuh copet lolos!
Masalahnya gue punya trauma gak ngenakin lis. Yang bikin gue gak mau berisiko. Tp klo cewek sih gak ada masalah buat neriakan tuh copet biadab..hehe
Posting Komentar