Horeee...!!! Banjir datang lagi. Sebagian senang, sebagian sedih, sebagian lagi bingung harus senang atau sedih..Nah loh?
Rentetan keluhan terpampang panjang di sosial media bernama twitter. Resent update BlackBerry menyuarakan hal yang sama. Ada yang memaki, ada yang menyalahkan golongan tertentu, bahkan menyalahkan pemerintah. Kalau seperti ini saya jadi kangen Pak Jokowi. Kami menunggu seorang pahlawan Jakarta untuk menanggani banjir Pak. Bapak kah orangnya?
Adakah seseorang yang brilliant hadir di Jakarta ini khusus untuk menangani banjir? Tanpa butuh waktu lama pastinya.
Kalau memang tidak ada kenapa masalah banjir selalu menjadi bahan materi klasik kampanye para wakil rakyat? Faktanya siapapun yang naik belum pernah benar-benar bisa mengatasi banjir tuh.
Harusnya dalam mengatasi banjir diperlukan badan khusus seperti densus 88 atau KPK agar masalah banjir ini benar-benar ditangani secara khusus dan serius oleh badan tersebut. Halah tahu apa saya.
Untuk menghindari keluh kesan terhadap banjir, saya lebih memilih BBMan sama orang-orang yang menyenangkan saat banjir tiba. Berselimut tebal sembari menyeruput susu coklat buatan ibu adalah cara saya agar terhindar dari kekesalan terhadap banjir (walau saya sempat memaki lantaran buku-buku kesayangan saya nyemplung ke lantai yang sudah tergenang air)
Anak-anak kecil tetangga beda lagi. Mereka gembira luar biasa kalau banjir datang. Masih pagi sekali mereka sudah siap dengan baju renangnya (maksudnya sudah telanjang dada mendorong-dorong sesuatu yang dianggapnya perahu)
Saya menyaksikan dari balik jendela rumah ikutan senang melihat keluguan mereka. Ada rindu yang mendalam. Ada kenangan yang tertinggal dikeriangan mereka.
Ya, selama ini saya lupa bergembira terhadap hal-hal yang tidak saya inginkan. Saya lupa mendesain toh kalau gembira itu tidak hanya untuk sebuah kebahagiaan. Saat masalah rumit datang pun ada saatnya kita perlu bergembira, kali aja bisa memperingan masalah tersebut. Kini saya lupa terhadap teknologi pikiran semacam itu.
Dimana jika ia marah ia cepat memaafkan dan melupakan, jika ia sedih ia mudah terhibur hanya dengan satu batang coklat, jika ia melihat kubangan (masalah) ia menghampirinya tidak menghindarinya.
Kini saya kehilangan teknologi pikiran semacam itu. Dan gara-gara anak tetangga dengan suka cita menyambut banjir walaupun rumahnya sudah tenggelam setengah, saya jadi berpikir dari pada mengeluh mending lepas baju ikutan mereka. Tapi otak dewasa saya melarangnya atas definisi rumit bernama "tahu diri"
Jodoh pasti bertemu. Maaf saya tidak lagi ingin membahas judul lagunya Afgan atau Gan,Gan yang lain. Saya juga tidak begitu pandai membahas mengenai jodoh. Tapi dalam kalimat Jodoh Pasti Bertemu saya jelas orang terdepan yang mengamini. Tidak peduli dia berada di Palembang atau Medan sekalipun. Sejauh apa selisih umur mereka.(4 tahun? 7 tahun? 10 tahun?) Kalau mereka berjodoh, ya berjodohlah. Bukankah selisih umur nabi dan para istrinya begitu jauh? Itulah yang membuat saya harus senantiasa optimis dalam sekenario luhur bernama jodoh
Tuhan memiliki rencana yang luhur untuk mempertemukan mereka berdua. Ya berdua. Orang yang terjodohkan itu. Entah lewat BBM, ketemu di angkot atau secara nggak sengaja tumbrukan di depan lift yang berakhir di pelaminan (maaf saya korban ftv).
Apakah seseorang hadir begitu saya dengan add pin BB dari promote kacangan yang sampe harus pasang foto seseorang di DP? Atau kenalan lantaran SMS nyasar? Saya menganggap itu pun tidak kebetulan. Jika mereka berkenalan, saya rasa itu bagian dari rencana Tuhan. Jangankan soal perkenalan, darah di dalam tubuh ini pun sudah diaturnya sedemikian rupanya. Apalagi masalah soal cara lewat apa mereka berkenalan. Tugas mereka adalah merawat hubungan yang telah Tuhan atur. Jaga dan rawat sampai ia tumbuh menjadi cinta. Cinta yang dapat membagikan semangat satu sama lain. Semangat untuk terus mencitai Tuhan.
Cintailah Tuhan, dan mintalah kepada Tuhan agar Tuhan mengajari pasanganmu mencitaimu setulus hatinya.
Jadi terkait jodoh pasti bertemu. Mari kita mengamini orang-orang yamg memiliki niatan baik dalam perjumpaan mereka
Tanggal 25 Desember 2013 yang lalu saya ke jogja. Lagi-lagi ini di luar rencana saya sebelumnya. Saya ikut rombongan tetangga yang tempo lalu juga ngadain Jiarah Ke Tasik. DISINI postingnya.
Masih dengan permasalahan yang sama. Peserta ada yang cancel. Demi menutupi anggaran yang sudah terlanjur dikeluarkan panitia untuk booking penginapan dan segala macamnnya, panitia dengan susah payah mengajak orang-orang yang mungkin bisa diajak, termasuk saya.
Ok. Saya tidak akan menceritakan bagaimana perjalanan menuju tempat yang menjadi pusat perhatian para turis asing maupun lokal itu. Tidak juga membeberkan tempat-tempat wisata apa saja yang rupawan disana. Siapapun tahu Jogja, apalagi anak-anak SMA sekarang, dimana tiap tahun setiap sekolah berbondong-bondong menuju kota itu.
Video ini rasanya sudah cukup menggambarkan tempat apa saja yang saya kunjungi di sana
Terus Anda nulis blog ini?
Saya ingin menceritakan dari sisi yang berbeda. Dari pengalaman pribadi yang tidak begitu pandai diceritakan secara afik, Dari kejadian yang mungkin di luar nalar tapi memang benar terjadi, dan mungkin malah bisa menyebabkan terkesan biasa dan melemahkan kejadian aslinya akibat kurang pandai mengolah kata. Tapi saya tidak peduli. Saya cuma ingin mengabadikan kejadian yang benar-benar saya alami di blog ini. Menceritakan sebisa mungkin, setulus mungkin. Agar kelak anak cucu cicit saya mengetahui suatu kejadian yang saya alami dengan membaca blog ini. Oke saya terlalu lebai.
Jadi begini ceritanya.
Menurut pengakuan tetangga saya yang ikut juga dalam rombongan tour tersebut, kamar hotel yang saya tempati katanya angker. Ya angker. Serem.
Syukurlah, saya mengetahuinya setelah sampai di Jakarta.(Telat merinding)
Oke lanjut ya!
Rombongan ke Jogja itu adalah rombongan yang teridiri dari para keluarga dan beberapa anaknya.(Emak-emak, bapak-bapak sama bocah-bocah kecil-kecil super berisik ketika mereka terjaga di dalam bus sepanjang perjalanan. Grrr...!!). Ada tiga cewek yang ikut rombongan tour itu, salah satunya adek kelas saya di SMA.
Jalan-jalan tersebut rencana lama buat mereka dan tentu rencana baru buat saya. Jadi tujuh kamar hotel yang di booking panita tersebut tidak bisa menampung saya, bukan karena kurang tapi karena nggak mungkin panitia menempatkan saya dalam satu kamar bareng tiga cewek termasuk adek kelas saya itu, apalagi bareng sama salah satu keluarga dari rombongan itu. Jelas itu nggak mungkin.
Akhirnnya saya di tempatkan di kamar yang agak beda baik lokasi maupun ukuran kamarnya. Ya kamar itu hanya terdiri satu tempat tidur, sementara kamar lain masing-masing memiliki dua tempat tidur. Letaknya pun agak tersendiri di pojokan yang harus melalui lorong sempit.
Mungkin panitia merasa tidak enak atas ketidaknyamanan tersebut. Akhirnya untuk malam pertama di hotel itu saya ditemani salah satu anak laki-laki panitia untuk tidur bareng di kamar itu. Untung tempat tidurnya cukup buat berdua. Malam pertama di hotel itu nggak ada yang aneh buat saya, selain mimpi basah. *Ups!
Paginya setelah sarapan, saya bersama rombongan pergi ke Pantai Parangtritis dan ketempat wisata lainnya.
Pantai Parangtritis
Nah, malam keduanya nih..
Malam kedua saya nggak mau buru-buru untuk tidur. Saya lebih memilih keluar hotel menikmati suasana malam jogja tanpa rombongan. Sekitar jam sebelas malam baru saya memutuskan untuk kembali ke hotel dan masuk kamar. Saya pikir anak laki-laki panitia itu sudah masuk kamar dan sudah tertidur pulas, ternyata kamar itu masih sepi. Akhrinya saya memutuskan untuk tidur duluan. Mungkin anak itu juga tengah keluar hotel melakukan apa yang saya lakukan tadi.Oke gpp.
Saya tidur tanpa mengunci pintu kamar, karena saya tidak mau diganggu dengan ketukan pintu oleh anak itu ketika dia balik dan saya lagi asyik tidur.
Saya tidur normal seperti biasanya. Kaki di atas, kepala di bawah, plus sambil ngupil. Di pertengahan malam saya terbangun karena saking kegerahannya, kamar serasa panas dan.... kampreeett...!! Saya tidur sendirian ternyata. Tidur di mana tuh bocah.
Saya melihat jam di handphone waktu sudah menunjukan jam tiga pagi. Dan saya baru ingat. Ya. Malam itu malam Jumat. Seketika itu juga saya mensuges diri untuk menjadi seorang yang positif dan pemberani. Oke gak ada apa-apa bhadick! Hantu itu hanya hayalan manusia. Sebelum selesai membatin, tiba-tiba saya mendengar suara aneh. Ya suara aneh. Saya dengar lagi secara seksama. Ok no problem, itu suara radio. Ya suara radio yang tengah memutar cerita serem dan saya hanya mendengar suara soundtracknya saja semacam kuntilanak ketawa dan anak kecil menangis.
Tapi... wait! Jam tiga pagi???
(Teman-teman yang di jogja tolong konfirmasi ya ada nggak cerita serem kayak di Ardan fm tapi siarannya jam 3 pagi? Saya sih coba berpikir positif aja itu emang suara radio)
Pagi harinya saya bangun agak telat. Subuh mepet. Semua rombongan sudah siap-siap packing buat melanjutkan perjalanan ke Borobudur. Agendanya dari sana kita langsung ke Jakarta.
Di bus beberapa orang bercerita tentang suara aneh yang terjadi di hotel semalam. Saya hanya mendengarkan tanpa komen. Karena saya tidak begitu akrab sama mereka, sementara adek kelas saya dan tetangga yang saya kenal duduk dibangku depan. Saya lebih memilih memejamkan mata sambil mendengarkan celotehan mereka.
Singkat cerita saya sudah tiba di Jakarta. Sudah nyuci pakaian kotor, sudah pindahin file-file foto dari HP ke laptop, sudah selesai juga goyang oplosan. loh?
Ketika saya mengantar foto-foto yang sudah saya cetak ke tetangga yang juga ikut ke Jogja. Tetangga saya nanya
T : Dick kemarin tidur di kamar hotel itu gak ada apa-apa?
S : Nggak ada Bu. Emang ada apaan?
T : Soalnya Malik kemarin pindah tidurnya.
S : Nah itu diah, kemarin Malik pindah kapok Bu, tidur bareng saya?
T :Katanya ada yang narik kakinya. Makanya pas malam ke dua dia nggak berani lagi tidur di kamar itu. Dia milih tidur sama Emaknya di kamar utama.
S : Oh gitu.(saya jadi penasaran)
T : Pas malam kedua juga waktu lo keluar hotel, ada dua petugas masuk kamar lo. Bawa apa gitu. Sebelumnya dia nanya, bu itu kamar ada yang nempatin? Pas kita bilang ada, dia balik lagi dan ngambil sesuatu. Salah satu petugas itu bisik pelan ke kita ; kamarnya bau amis bu, makanya harus di semprot.
S : Serius bu? (Pantes kamar itu bau anyir. Tapi saya lebih memilih nggak cerita karena berpikir positif bau yang ditimbulkan akibat kamar yang jarang dipakai)
Tapi okelah..semua telah berlalu.
Segala yang telah berlalu sudah tidak bisa kita apa-apakan lagi, selain cuma bisa kita syukuri atau kita beri arti..tentu arti yang positif.baiknya..
Tapi jujur saya masih banyak menyimpan pertanyaan tentang kamar hotel itu. Pertanyaan yang tidak mudah terjawab dengan mudah, dan mungkin membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengetahui semua itu. Inilah pertanyaan-pesrtanyaan penuh misteri itu:
Berapa sih harga permalam kamar hotel itu? Kamar yang saya tempati free kah? Atau memang free dan merupakan bonus dari manager hotel karena telah menyewa tujuh kamar? Pernah nggak ya pasangan mesum menyewa kamar yang saya tempati kemarin? Terus kalau saya ingin menyewa kamar itu bisa nggak melalui internet? dan masih banyak lagi pertanyaan yang belum terjawab dipikiran saya #GagalFokus