Jumat, 13 Februari 2015

Ketika Bapak Sakit

Ketika saya sedang asyik duduk di depan laptop dan sudah siap mengerjakan pekerjaan sekolah, saya dikejutkan oleh satu pesan BBM dari adik saya Aan.

"Bang, bapak kecelakaan" 

Pesan singkat itu membuat seketika itu juga memberhentikan perkerjaan yang sudah saya rencanakan semalam untuk diselesaikan hari ini. Pikiran saya sudah membayangkan hal yang tidak-tidak. Rasa cemas mulai membanjirin pikiran saya.

Saya telpon balik adik saya itu, tapi sial tidak bisa saya hubungin kembali, saya BBM balik hasilnya juga cuma centrang, ternyata BBM itu adalah BBM semalam yang sempat kepending, dan baru masuk pagi harinya.

"Ya Allah, semoga bapak tidak apa-apa, ya Allah" mulut saya komat kamit sambil mematikan laptop dan membereskan pekerjaan yang sudah berceceran di meja kerja saya.

Saya telepon seorang tetangga untuk memastikan semua ini.

"Iya bapak kamu kecelakaan semalam, saya juga belum sempat liat, jadi belum tau keadaannya."

Inilah yang saya takutkan ketika saya sudah dalam perantauan. Jauh dari keluarga membuat saya tidak banyak tahu dan terbatas mengenai keadaan keluarga di rumah. Dan hal yang tidak mau saya dengar adalah berita buruk tentang keluarga.

Semoga bapak tidak apa-apa ya Allah

Setelah meninggalkan tugas ke murid-murid dan meminta izin kepala sekolah saya langsung menuju Jakarta pagi itu juga. Syukurlah bapak sudah di rumah. Ia sempat dilarikan ke UGD rumah sakit Pasar Rebo karena pendarahan di kepala dan sempat tak sadarkan diri beberapa jam.

Ketika sampai di rumah, saya melihat bapak berbaring dengan muka mememar dan kepala penuh perban. Saya hampir meneteskan air mata melihat keadaan bapak. "Ahmad nggak boleh cengeng" hati saya menasehati

Belum sempat saya berbicara, bapak langsung bicara:

"Bapak, kecelakaan Ahmad"

"Iya, Pak. Ini makanya Ahmad pulang. Gimana keadaan bapak?" tanya saya sambil sekuat tenaga menahan air mata

"Bapak ditabrak motor, waktu lagi nyebrang jalan. Dan sadar-sadar bapak sudah di mobil polisi. Habis itu udah nggak inget lagi" kata bapak sambil menahan sakit

"Terus apa yang bapak rasain sekarang"

"Pusing, dan mual mau muntah"

Jatung saya berdebar. Saya teringat cerita teman, katanya kalau kecelaan dan sempat muntah itu bisa gegar otak.

Ya, Tuhan semoga bapak baik-baik saja.


Setelah dua hari di rumah dan saya pastikan keadaan bapak mulai membaik saya pamit untuk pergi ke Sukabumi lagi (Jiah ilah Ahmad Sukabumi aja pake istilah merantau, berasa jauh gitu merantau. Bodo soalnya ini adalah untuk pertama kalinya saya jauh dari keluarga. Titik).

Di Sukabumi saya terus memantau perkembangan bapak

"Sudah ke dokter lagi belum, Pak?" tanya saya lewat telepon. Mendadak saya jadi super cerewet dan kepo terhadap keadaan bapak

"Sudah, tapi perbannya belum boleh dilepas. Tadi cuma diganti yang baru" kata bapak dari ujung telepon

Itulah saya. Mungkin agak melow. Tapi buat saya keluarga adalah di atas segalanya dalam rana habluminanas. Semoga baik saya maupun Anda yang sekarang tengah menyimak tulisan ini bisa memberikan yang terbaik buat keluarga. Memberikan kebanggaan buat keluarga. Tuhan tidak secara kebetulan mengirimkan kita di keluarga kita yang sekarang ini, apapun kondisi keluarga kita. Tetap harus disyukuri. Dan temukan apa tujuan Tuhan menciptakan Anda di dalam keluarga Anda sekarang ini.


Dan doa saya semoga keluarga kita selalu senantiasa dalam lindungan Allah Swt. Selalu mendapatkan ridho dari setiap tindakan-tindakan yang kita lakukan.

Semoga bapak saya segera diberi kesembuhan. Mohon doanya ya teman.






0 komentar :

Posting Komentar