Senin, 19 November 2012

COKLAT PEMBERIAN

Tadi gue dapat coklat dari murid gue. Bilangnya sih tester. (Tapi dikasih 3 coklat. Haha.. tester kah?). Ya, tetap aja tester, karena kesempatan gue buat makan coklat gratis cuma saat itu, setelahnya gue malah disuruh beli (Huuu dasar pelit). Sebenarnya gue pengemar coklat gila-gilaan, apalagi yang namanya coklat gratisan. Yap,  GRATISAN. Gue rasa bukan hanya gue doang yang suka sama yang namanya gratisan. Karena kata 'gratis' adalah kata terindah sepanjang sejarah manusia.

Tapi aneh, gue senang coklat, tapi nggak pernah modal  untuk beli coklat. Kalau nggak minta, ya dikasih. Haha... sepelit itukah gue?

Tapi terserahlah pelit atau apalah namanya. Karena gue punya alasan tersendiri, kenapa gue sayang beli coklat buat diri sendiri. Kecuali buat pacar. Karena ada yang bilang coklat melambangkan kasih sayang. Duh, teori dari mana coba.

Gini:

Daripada gue beli coklat yang harganya tiga puluh ribu sampai ratusan ribu, mending uangnya gue beliin nasi padang, atau makan di Mcd, kan lebih mengenyangkan.

Coklat kadang hanya enak di lidah tapi nggak enak diperut, bikin melilit.  Tapi kalau nasi padang, mantap dah, baik di lidah maupun di perut. (Rasa rasanya, rasa suka gue akan coklat masih kalah dengan kekhawatiran gue akan kelaparan untuk sebuah perut yang berukuran kecil ini.
Bayangkan saja, gue mending beli aqua gelas enam buah ketimbang beli aqua botol berukuran 600 ml satu, yang harganya sama-sama tiga ribu. Karena kalau gue beli aqua gelas gue akan mendapat 1500 ml. Waw lebih banyak kan? Haha.. gue hemat apa pelit ya?

 Oke kembali ke coklat.
Gara-gara murid gue bbm, dan bilang; cepet dimakan nanti lumer. Akhirnya gue makan tuh coklat, padahal kondisi gue lagi ngajar saat itu. Gue makan tanpa menikmat akhirnya. Langsung telen gitu aja. Karena gue nggak mau kejadian yang menimpah temen gue terjadi sama gue, gara-gara kecerobohannya makan coklat saat ngajar. Ketika tuh coklat lagi diemut (tentu dengan sembunyi-sembunyi, karena nggak enak juga sama murid. Lagi ngajar makan coklat), eh ada seorang siswa tiba-tiba nanya soal, karena dia mentok nggak bisa ngerjain. Akhirnya temen gue, nyamperin dan coba ngejelasin sambil masih mengemut coklat. Mungkin saking semangatnya ia ngejelasin, dan kondisi mulut penuh dengan coklat, akhirnya tuh coklat yang bercampur air liur jatuh di persis di buku, yang tepat berada di depan mata anaknya. Damn. Dan lo bisa ngebayangin sendiri muka temen gue, malunya kaya gimana. Mukanya merah persis kepiting rebus. Dan tuh anak besok-besok langsung beli buku baru, gara-gara bukunya udah terkena liur temen gue itu.

Makanya coklat yang menurut gue enak itu, gue makan dengan cara yang salah, akhirnya. Hasilnya kenikmatan makan coklat itu berkurang beberapa derajat. Malah nggak nikmat sama sekali. Sebenarnya coklat akan lebih enak jika makannya benar. Penuh penghayatan, makannya di sofa pula, plus musik clasik. Wihhh lebay.

Jadi inti tulisan gue ini, gue masih berharap bisa mengulang makan coklat yang benar. Dengan penghayatan, serta merasakan sensasi setiap gigitan. Dan gratisan juga pastinya.

Semoga murid gue, yang baik hati itu senantiasa memberikan testes coklatnya ke gue. Pasti hidup gue akan jauh lebih bahagia.


0 komentar :

Posting Komentar