Rabu, 06 Maret 2013

Masihkah kau menyimpan mimpi kecilmu

Kemana teman-teman yang dulu punya ambisius untuk tetep menghajar karang kehidupan ini. Berjanji tak akan pernah menangis walau badai mengoyangkan jiwa yang katanya tegar. Terus berusaha menindak krikil-krikil tajam yang senantiasa menusuk langkah-langkah menuju kejayaan.

Tapi nyatanya hari ini?

Tekad yang dulu diikrarkan penuh penghayatan itu, kini seolah-olah hanya prasasti usang yang tak pernah di kunjungi lagi. Ia hilang bersama wajah dan tubuh kawan-kawan seperjuangan. Entah kemana. Aku seolah-olah diciptakan bukan untuk mereka. Aku diciptakan ya,  karna memang harus diciptakan. Tanpa harus tau untuk apa sesungguhnya. Aku hanya piguran semata di dalam kehidupanya. Semua yang ku lakukan seolah hanya mampir dipenggalan cerita itu.

Teman satu persatu hilang. Meninggalkan tanpa harus ku tahu ia penting atau tidak dalam siklus kehidupan ku ini. Cita-cita yang kita sematkan bersama di dalam dada ini lepas begitu saja bersama waktu yang sombong serta angkuh meniggalkan kita tanpa peduli.

Inilah teman-temanku yang pergi meninggalkanku sendiri bersama cita-cita itu.

Riko (bukan nama sebenarnya) kini di dalam jeruji sel panas. Narkoba telah mengantarkannya ke ruang pengap dan terbatas di Cipinang. Entah apa yang kini ia lakukan di sana. Aku sama sekali tak pernah tahu gambaran nyata kehidupan di sana. Yang ku tau hanya sebatas yang ku lihat di tv-tv saja. Yang kuduga pasti tidaklah mengenakan dibandingkan aku yang bebas dengan segala macam aktivitasku di sini.

Proses penjemblosannya ku ketahui dari seorang tetangga, saat aku membeli nasi uduk pagi hari di tempat Mak Eno. Malam minggu yang liar dan penuh asap-asap terlarang ternyata merupakan malam terakhirnya di kehidupan bebasnya. Aku sendiri terlalu sibuk dengan pekerjaanku sendiri yang selalu di hadapkan oleh dateline, sampai tak pernah tau Riko besar sekarang bergaul dengan siapa. Tapi pagi ini aku mengetahuinya, sekaligus kabar buruknya. Ia disergap intel ketika tengah berpesta narkoba bersama teman-teman tongkrongannya di sebuah rumah di dekat terminal Kampung Rambutan.

Kini aku hanya bertanya-tanya, apakah cita-cita itu masih bersamanya walau kini ia terteralis besi? Atau ia sudah tak peduli lagi? Karena real kehidupan adalah saat ini, bukan kemarin atau nanti.

=====

Anton (bukan nama sesungguhnya) lebih tragis lagi. Ia kabur dari ruang rahabilitas orang-orang gila di Cipayung dengan kaki masih terantai besi. Ia gila akibat narkoba. Ia memiliki halusinasi yang tinggi semenjak menggunakan narkoba barang sialan itu.

Orang tuanya tak cukup biaya untuk mengobatinya, hingga akhirnya pada titik dimana ia harus dititipkan ke panti orang gila di Cipayung, dan akhinrya ia kabur.

Badannya sudah tidak terawat lagi dengan kumis melintang sembarangan akibat tidak pernah bercukur. Kini ia bebas berkeliaran di lingkungan ku tinggal setelah kabur dari panti orang gila tersebut. Dari, awalnya orang-orang pada ngeri, sampai orang tak peduli lagi keberadaannya.  Karena Anton besar ternyata tidak membahayakan. Ia hanya terlihat sering berbicara sendiri ketika jalan mengitari lingkungan kami tinggal. Sesekali ku beri uang jika kebetulan berpapasan dengannya. Ia senang. Aku sedih. Ia sama sekali tak mengenal siapa orang yang tengah memberinya uang. Ia memang benar-benar lupa dengan seorang Ahmad Bhadick. Ia lupa kalau Anton kecil telah menancapkan tekad mulia di dadanya. Bahkan ia lupa sama dirinya sendiri.

======

Rudi (bukan nama sebenarnya) Ia kini telah menikah. Pernikahannya mewah namun semu, telah mengantarkannya ke masalah besar. Dengan hutang yang begitu besar hingga melampaui kapasitas harta, baik ia dan orang tuanya. Ia lebih beruntung ketimbang Riko karena ia tidaklah sampai ke jenjang rana hukum. Ia telah menggondol dana kantor, menipu catering pernikahan yang tak mungkin ku jelaskan disini, karena terlalu peliknya.

Ibunya telah meninggal dunia.
Semenjak masalah demi masalah yang kerap menimpah Rudi, ibunya terkena struk hingga akhirnya meninggal.

Pikiran anak ini melampaui kenyataannya. Aku melihatnya penuh keganjilan dengan otaknya. Bagaimana bisa ia memesan catering sebanyak dan semewah pesta pernikahannya itu. Semetara aku dan lingkungan rumahnya, tahu persis kehidupannya.

Ia memang selalu berpenapilan rapih. Sehingga orang percaya kalau ia sukses. Ia menjiwai sekali menjadi big bos. Tapi itu jauh di luar kenyataannya. Itu pula yang membuat aku tak bisa searah jika berbicara dengannya.

Apakah mimpi itu yang membuatnya sampai seperti itu? Batinku mulai menerka.
Aku dalam permasalahan besar jika memang demikian.

====

Ragil (bukan nama sebenarnya) telah gagal bunuh diri di senin sore dengan tambang masih melekat di lehernya. Lidahnya sempat menjulur keluar menggagalkan teriakannya, hingga ia hanya mampu terpekik.

Ia nekad bunuh diri dengan permasalahan yang tidak ku ketahui sebelumnya. Untungnya kakaknya melihat insiden ini, hingga akhirnya memutus tambang yang terikat di pohon melinjo kokoh itu.

Ragil besar selamat. Namun ia senasib dengan Anton. Menjadi orang yang benar-benar asing di kehidupanku. Ia sering berkomat kamit tak jelas jika kebetulan berpapasan denganku. Ia mengalami gangguan jiwa setelah gagal melakukan aksi bunuh diri itu. Tato naga di punggungnya lah yang masih ku inget bahwa ia benar-benar Ragil kecil dulu. Itu merupakan hasil karyaku dulu. Menorehkan tinta cina dengan jarum kecil yang digerakan dinamo ke punggung kurusnya.

Hobiku dulu menggambar, dan bagus. Sampai-sampai  ia request untuk dibuatkan tato naga di punggungnya. Mungkin hanya tato naga itu yang kini yang melekat di dirinya. Ternyata mimpi itu benar-benar telah hilang bersama Ragil kecil dulu.
 =====
Ada apakah dengan teman-temanku?
Apa yang tengah Tuhan tunjukkan kepada ku?
Mengapa terjadi kepada kawan-kawan ku itu?

Kegalauan ku muncul jika merunut satu persatu permasalahan kawan-kawanku tersebut.

Ya, kami pernah berjanji di atas gunung yang ku tidak ketahui gunung apa itu. Karena selain, merupakan pendakian pertamaku, aku tidak tahu sama sekali tentang gunung.
Dari Jakarta kita niat untuk mendaki gunung Gede Jawa Barat. Tapi setelah bermalam di Sukabumi tempat neneknya Anton. Kita berubah pikiran.  Entahlah apa nama gunung itu. Bisa gunung Beser, bisa gunung Wayang.

Kita berlima menancapkan tekad untuk senantiasa mengejar mimpi kita masing-masing tat kala kita terjebak hujan dan kabut tebal dipendakian itu.
Dingin. Gelap, tak ada cahaya sama sekali. Korek api yang kita punya basah sejadi-jadinya. Senter mendadak rusak total.

Aku ingin menangis saking takutnya. Tapi ku tahan karena malu.

Aku ingat ibu di rumah. Bapak, ade-adeku.
Membayangkan serta bertanya-tanya sedang apa mereka di rumah. Yang ku tahu mereka selalu nonton tv bersama sembari mencicipi kudapan buatan ibu ketika sore mulai bergeser.

Aku terpekik ketika mendengar sesuatu yang aneh mengitari tenda.
Teman-temanku saling berpegangan erat saking ketakutannya.

Hujan tak kunjung henti.
Lima menit serasa lima jam kala itu.
Waktu seolah-olah berputar dengan lambatnya.

"Teman-teman. Ini adalah pengalaman kita untuk pertama kalinya" Kata Ragil mencairkan suasana "Kecuali Anton" lanjutnya lagi. "Dari pada kita mikirin takut, mending gimana klo kita curhat-curhatan ngomongin mimpi kita masing-masing"

"Setuju!" kataku merespon secepat angin.
"Ya, gue setuju banget tuh" Riko angkat bicara.

Dari situlah kami berlima mengungkapkan mimpi kita masing-masing di bawah guyuran hujan lebat dan ketakutan yang mencekam. Langit yang pekat seolah-olah mengurung kita semakin sempit.

Aku masih kelas dua smp kala itu, sementara teman-temanku sudah STM semua. Akulah yang paling kecil diantara mereka. Tapi mereka tidaklah mempermasalahkan semua itu.
Kami adalah teman yang disatukan oleh lingkungan rumah. Bukan kelas seperti di sekolah. Atau mengkotak-kotakan kehidupan seperti pada zaman raja-raja kuno.

===
Tapi hari ini mimpi itu entah ke mana? Ia terasa tergeser oleh waktu yang semakin cepat. Tergerus kawan-kawanku dengan dunia barunya.
Aku merasa sendirian menimang mimpi itu. Ingin rasanya melepaskan itu semua. Menjalani kehidupan tanpa target dan mimpi. Membiarkan kehidupan ini mengalir apa adanya. Tapi jelas-jelas aku tahu, itu tidaklah benar. Yang ku tahu manusia suka atau tidak suka pasti bermimpi. 



0 komentar :

Posting Komentar