Jangan Biarkan Perasaan Berlalu
Apakah kita pernah menyesal?
Apakah masih ada sebuah perasaan di hati yang kerap menyalahkan diri sendiri?
Apakah rasa kecewa senantiasa hadir ketika pengharapan itu justru makin besar?
========
Sebagai seorang manusia sudah pasti gue pernah suka sama orang. Terkadang rasa suka itu lebih besar ketimbang keberanian itu sendiri dalam mengutarakannya. Hasilnya gue hanya menikmati semua itu dari sisi gelap gue.
Gue kerap kali membiarkan perasaan itu hilang dengan sendirinya tergerus waktu. Perasaan yang tidak diutarakan ternyata memiliki titik jenuh tersendiri buat gue. Terlalu lama memendam perasaan, membuat perasaan itu hilang dengan sendirinya. Hal inilah yang membuat gue mudah mencintai mudah melupakan.
Masa berbunga-bunga itu kini telah lewat begitu aja terbungkus penyesalan gue sendiri. Bagaimana tidak, keberanian itu mengecil justru ketika rasa suka mulai membesar. Hado repooottt...
Perasaan suka yang udah di ubun-ubun kepala namun tersendat di bibir adalah hal yang paling menyengsarakan diri. Kaya mau bersin tapi nggak bersin-bersin. (Duh, ini jenis flu apa ya?)
Entahlah udah berapa kali gue suka sama orang tapi membiarkan orang itu berlalu begitu saja dalam perasaan ini. Yang kadang bikin ngenes, gebetan gue jadian sama orang yang levelnya di bawah gue (ngenes yang terlalu pede). Kekalahan gue sama orang itu hanya terletak pada keberanian.
"Berarti lo nggak bener-bener mencintai dia dong Dik" Kata seorang temen dengan santainya tapi lumayan jleb di dada gue.
"Bukan gitu" Jawab gue seadanya
"Lho, iya dong. Klo lo bener-bener suka sama tuh orang, pastinya lo memperjuangkannya. Sampe titik darah terakhir, klo bisa" Temen gue mulai menyudutkan. Tapi terdengar lebay di kuping gue.
"Maksud gue. Gue belum dapet cara aja buat ngutarain perasaan gue ini" Gue mulai ngeles kaya bajaj.
"Sampe kapan lo cari cara. Emang ada cara terbaik buat ngungkapin perasaan seseorang? Bisa jadi cara lo kampungan, tapi belum tentu buat orang yang lo tembak"
"Iya, sih" Kesalahan gue mulai terkoreksi. "Terus gue harus gimana dong?" Mendadak gue bego seratus delapan puluh derajat.
"Ya, besok-besok klo suka sama orang, ya diungkapkanlah. Jangan sampe lo keduluan lagi sama orang lain".
*hening* *jleb* *tertampar*
Bener-bener menohok omongan temen gue. Gue jadi mikir, terkadang kebenaran itu menyakitkan, yang sulit untuk dijawab dengan kata 'iya'
Tapi sejauh ini gue percaya. Jika Tuhan mengizinkan, tentunya ada cara tersendiri yang bisa jadi di luar cara gue itu. Cinta itu begini kok, bukan begitu (Kode. Cerna sendiri ya. Ini nanti gue jadiin quis. Hehe).
Kesalahan gue emang udah jelas. Ketakutan gue ternyata mengkerdilkan pemikiran gue sendiri. Membatasi tindakan, mengeruhkan bibir. Hasilnya perasaan yang sudah di ubun-ubun kepala ini tak tersalurkan. Ngomong I Love You itu susah banget ternyataaaaaa.... *loncat dari lantai 13*
Oke. Baiklah. Ini udah 2013. Rasa galau itu mestinya mulai dikikis dikit demi sedikit. Kesalahan itu diperbaikin bukan disesali.
Mari kita mulai menjadi pribadi yang mau memaafkan kesalahn diri sendiri.
Mulai menyadari bahwa seorang manusia itu tidak luput dari kesalahan.
Teruslah berjuang menghindari kesalahan yang berulang.
Jadi intinya, mulailah menaklukan ketakutan diri. Gue tau, susah emang buat ngungkapin perasaan. Karena terlalu mudah pun gak baik. Jadi di dalam susah itulah perjuangan dibutuhkan. Kalau pun hasilnya sebuah penolakan, toh tetep kita telah memenangkan dalam hal menaklukan rasa takut. Perasaan pun jadi legah pastinya karena telah terungkapkan.
"Terus jadi gimana kabar gebetan lo, Dik?"
*die*
0 komentar :
Posting Komentar